Jumat, 16 Juni 2017

Materi Pertambangan

ARTIKEL PERTAMBANGAN

A.      Latar Belakang
Mempertimbangkan kekayaan bahan tambang di Indonesia seperti emas, perak, nikel, tembaga dan bahan tambang lainnya, dan dengan upah tenaga kerja murah serta letak geografi yang dekat dengan pasar, membuat pertambangan mineral di Indonesia sangat prospektif.   Investasi asing diperlukan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan mengurangi jumlah penduduk miskin. Maraknya investasi pertambangan khususnya di daerah  Sulawesi Tenggara kurun dua tahun terakhir mendapat apresiasi positif baik dari pemerintah maupun masyarakat setempat. Meski demikian, harus dimaklumi bahwa aktifitaspertambangan tersebut membawa dampak positif dan negative. Melihat dampak negativepertambangan yang sangat mengancam ekologis suatu daerah sehingga sangat diperlukan kegiatanpertambangan yang ramah lingkungan. Kalangan usaha pertambangan sebenarnya dapat berbuat banyak untuk mendukung mewujudkan masa depan kehutanan Indonesia yang lestari. Dukungan perusahaan pertambangan dapat dimulai sejak awal beroperasinya perusahaan tersebut yang telah menyatakan komitmennya sebagai perusahaan pertambangan yang ramah lingkungan. Perusahaanpertambangan sebagai perusahaan yang mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya alam seharusnya sejak awal mempertimbangkan aspek lingkungan dan aspek sosial masyarakat dalam kegiatan usahanya.
Perusahaan pertambangan seharusnya tidak hanya mengupayakan aspek ekonomi, tetapi juga memperhatikan aspek lingkungan dan aspek sosial. greenmining- Ketiga aspek yang menjadi pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan tersebut harus menjadi perhatian yang seimbang oleh pelaku usaha pertambangan.



B.       Ruang Lingkup Kegiatan Pertambangan
Kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan sebagai berikut:
a.         Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi tidak termasuk kedalam kajian studi AMDAL karena merupakan rangkaian kegiatan survey dan studi pendahuluan yang dilakukan sebelum berbagai kajian kelayakan dilakukan. Yang termasuk sebagai kegiatan ini adalah pengamatan melalui udara, survey geofisika, studi sedimen di aliran sungai dan studi geokimia yang lain, pembangunan jalan akses, pembukaan lahan untuk lokasi test pengeboran, pembuatan landasan pengeboran dan pembangunan anjungan pengeboran.
b.        Ekstraksi dan Pembuangan Limbah Batuan
Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstaksi bahan mineral didunia dilakukan dengan pertambangan terbuka. Teknik tambang terbuka biasanya dilakukan dengan open-pit mining, stripmining, dan quarrying, tergantung pada bentuk geometris tambang dan bahan yang digali.
Ekstrasi bahan mineral dengan tambang terbuka sering menyebabkan terpotongnya puncak gunung dan menimbulkan lubang yang besar. Salah satu teknik tambang terbuka adalah metode strip mining (tambang bidang). Dengan menggunakan alat pengeruk, penggalian dilakukan pada suatu bidang galian yang sempit untuk mengambil mineral. Setelah mineral diambil, dibuat bidang galian baru di dekat lokasi galian yang lama. Batuan limbah yang dihasilkan digunakan untuk menutup lubang yang dihasilkan oleh galian sebelumnya. Teknik tambang seperti ini biasanya digunakan untuk menggali deposit batubara yang tipis dan datar yang terletak didekat permukaan tanah.
Teknik pertambangan quarrying bertujuan untuk mengambil batuan ornamen, bahan bangunan seperti pasir, kerikil, batu untuk urugan jalan, semen, beton dan batuan urugan jalan makadam. Untuk pengambilan batuan ornamen diperlukan teknik khusus agar blok-blok batuan ornamen yang diambil mempunyai ukuran, bentuk dan kualitas tertentu. Sedangkan untuk pengambilan bahan bangunan tidak memerlukan teknik yang khusus. Teknik yang digunakan serupa dengan teknik tambang terbuka.
Tambang bawah tanah digunakan jika zona mineralisasi terletak jauh di dalam tanah sehingga jika digunakan teknik pertambangan terbuka jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan sangat besar. Produktifitas tambang tertutup 5 sampai 50 kali lebih rendah dibanding tambang terbuka, karena ukuran alat yang digunakan lebih kecil dan akses ke dalam lubang tambang lebih terbatas.
Kegiatan ekstraksi meng-hasilkan limbah dan produk samping dalam jumlah yang sangat banyak. Total limbah yang diproduksi dapat bervariasi antara 10 % sampai sekitar 99,99 % dari total bahan yang ditambang. Limbah utama yang dihasilkan adalah batuan penutup dan limbah batuan. Batuan penutup (overburden) dan limbah batuan adalah lapisan batuan yang tidak mengandung mineral, yang menutupi atau berada diantara zona mineralisasi atau batuan yang mengandung mineral dengan kadar rendah sehingga tidak ekonomis untuk diolah. Batuan penutup umumnya terdiri dari tanah permukaan dan vegetasi sedangkan batuan limbah meliputi batuan yang dipindahkan pada saat pembuatan terowongan, pembukaan dan eksploitasi singkapan bijih serta batuan yang berada bersamaan dengan singkapan bijih.
Hal-hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian di dalam hal menentukan besar dan pentingnya dampak lingkungan pada kegiatan ekstraksi dan pembuangan limbah adalah:
1.        Luas dan kedalaman zona mineralisasi
2.      Jumlah batuan yang akan ditambang dan yang akan dibuang yang akan menentukan lokasi dan desain penempatan limbah batuan.
3.        Kemungkinan sifat racun limbah batuan
4.        Potensi terjadinya air asam tambang
5.  Dampak terhadap kesehatan dan keselamatan yang berkaitan dengan kegiatan transportasi, penyimpanan dan penggunaan bahan peledak dan bahan kimia racun, bahan radio aktif di kawasan penambangan dan gangguan pernapasan akibat pengaruh debu.
6.   Sifat-sifat geoteknik batuan dan kemungkinan untuk penggunaannya untuk konstruksi sipil (seperti untuk landscaping, dam tailing, atau lapisan lempung untuk pelapis tempat pembuangan tailing).
7.  Pengelolaan (penampungan, pengendalian dan pembuangan) lumpur (untuk pembuangan overburden yang berasal dari sistem penambangan dredging dan placer).
8.        Kerusakan bentang lahan dan keruntuhan akibat penambangan bawah tanah.
9.        Terlepasnya gas methan dari tambang batubara bawah tanah.
Dampak potensial yang timbul sebagai akibat kegiatan ini akan berpengaruh terhadap komponen lingkungan seperti kualitas air dan hidrologi, flora dan fauna, hilangnya habitat alamiah, pemindahan penduduk, hilangnya peninggalan budaya atau situs-situs keagamaan dan hilangnya lahan pertanian serta sumberdaya kehutanan.

C.      Isu-Isu Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan
Kegiatan pertambangan, selain menimbulkan dampak lingkungan, ternyata menimbulkan dampak sosial yang komplek. Oleh sebab itu, AMDAL suatu kegiatan pertambangan harus dapat menjawab dua tujuan pokok (World Bank, 1998):
a.         Memastikan bahwa biaya lingkungan, sosial dan kesehatan dipertimbangkan dalam menentukan kelayakan ekonomi dan penentuan alternatif kegiatan yang akan dipilih.
b.        Memastikan bahwa pengendalian, pengelolaan, pemantauan serta langkah-langkah perlindungan telah terintegrasi di dalam desain dan implementasi proyek serta rencana penutupan tambang.
United Nations Environment Programme (UNEP, 1999) menggolongkan dampak-dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan sebagai berikut:
1.        Kerusakan habitat dan biodiversity pada lokasi pertambangan
2.        Perlindungan ekosistem/habitat/biodiversity di sekitar lokasi pertambangan.
3.        Perubahan landskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan
4.        Stabilisasi site dan rehabilitasi
5.        Limbah tambang dan pembuangan tailing
6.        Kecelakaan/ terjadinya longsoran fasilitas tailing
7.        Peralatan yang tidak digunakan , limbah padat, limbah rumah tangga
8.        Emisi Udara
9.        Debu
10.    Perubahan Iklim
11.    Konsumsi Energi
12.    Pelumpuran dan perubahan aliran sungai
13.    Buangan air limbah dan air asam taminasi
14.    Perubahan air tanah dan kontaminasi
15.    Pengelolaan bahan kimia, keamanan, dan pemaparan bahan kimia di tempat kerja
16.    Kebisingan
17.    Radiasi
18.    Keselamatan dan kesehatan kerja
19.    Toksisitas logam berat
20.    Peninggalan budaya dan situs arkeologi
21.    Kesehatan masyarakat dan pemukiman sekitar tambang

D.      Aktifitas Pertambangan Ramah Lingkungan
Kalangan usaha pertambangan sebenarnya dapat berbuat banyak untuk mendukung mewujudkan masa depan kehutanan Indonesia yang lestari. Dukungan perusahaan pertambangan dapat dimulai sejak awal beroperasinya perusahaan tersebut yang telah menyatakan komitmennya sebagai perusahaan pertambangan yang ramah lingkungan. Perusahaan pertambangan sebagai perusahaan yang mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya alam seharusnya sejak awal mempertimbangkan aspek lingkungan dan aspek sosial masyarakat dalam kegiatan usahanya.
Perusahaan pertambangan seharusnya tidak hanya mengupayakan aspek ekonomi, tetapi juga memperhatikan aspek lingkungan dan aspek sosial. greenmining- Ketiga aspek yang menjadi pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan tersebut harus menjadi perhatian yang seimbang oleh pelaku usaha pertambangan.
Dalam aspek lingkungan, perusahaan pertambangan sejak awal seharusnya memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah dibuatnya, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi AMDAL. Kegiatan usaha pertambangan umum dengan luas perizinan (KP) di atas 200 hektar atau luas daerah terbuka untuk pertambangan di atas 50 hektar kumulatif per tahun wajib dilengkapi dengan AMDAL. Hal ini sangat diperlukan untuk menghindari bukaan lahan yang terlalu luas.
Potensi dampak penting terhadap lingkungan dari usaha pertambangan umum antara lain merubah bentang alam, ekologi dan hidrologi. Kemudian, lama kegiatan usaha tersebut juga akan memberikan dampak penting terhadap kualitas udara, kebisingan, getaran apabila menggunakan peledak, serta dampak dari limbah cair yang dihasilkan. Untuk eksploitasi produksi batubara/gambut lebih dari 250.000 ton/tahun, bijih primer lebih dari 250.000 ton/tahun dan bijih sekunder/endapan alluvial lebih dari 150.000 ton/tahun semuanya wajib dilengkapi dengan AMDAL.
Selain hal di atas, ada beberapa hal penting yang perlu mendapatkan perhatian perusahaan pertambangan agar dapat menjadi perusahaan yang ramah lingkungan. Pertama, perusahaan pertambangan harus mengelola sumber daya alam dengan baik dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
Kedua, perusahaan pertambangan perlu meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan, dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan. Ketiga, perusahaan pertambangan perlu mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang. Keempat, perusahaan pertambangan perlu menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat pulih.

E.       Aspek Lingkungan Dalam AMDAL Bidang Pertambangan           
Kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan semakin membesar. Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting.

Pada pertengahan 2008 di Bombana, Sulawesi Tenggara terjadi "boom" emas panning oleh orang-orang yang mulai dengan penemuan butiran emas oleh orang-orang di daerah Sungai Tahi Ite dan sekitarnya. Dalam perkembangannya panning kegiatan tidak hanya melibatkan masyarakat setempat tetapi juga melibatkan para penambang, penambang dari luar Kabupaten Bombana bahkan dari luar pulau Sulawesi.  Aluvial emas panning di masyarakat setempat dan Kecamatan RAROWATU RAROWATU Utara Kabupaten Bombana pada satu sisi sangat berguna untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun di sisi lain juga akan menimbulkan masalah baru seperti masalah sosial, administrasi, teknis dan lingkungan lokal. 
Wabah jumlah penambang akan sangat cepat akhirnya menimbulkan masalah sosial yang berkaitan dengan kepemilikan tanah dan penggunaan jalan, isu-isu lingkungan tanah dan kerusakan jalan serta masalah administrasi dalam penerbitan izin dan mengelola pendapatan daerah. Oleh karena itu, pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan kegiatan penambangan emas di daerah tersebut sangat diperlukan. Melalui kegiatan yang dilakukan prospeksi Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral diharapkan dapat diketahui distribusi deposito emas dan sumber daya di daerah, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam memberikan masukan teknis kepada pemerintah daerah setempat dalam penerbitan dan penegakan perizinan dan manajemen mining pertambangan.
Prospeksi kegiatan yang dilakukan metode pemetaan geologi, pemetaan endapan aluvial, geokimia pemercontoan dan mineral berat konsentrat dan analisis laboratorium terhadap 20 sampel endapan sungai aktif, 73 sampel konsentrat nampan dan 20 sampel batuan termasuk. POLEANG Lokasi penyelidikan Distrik Utara, Distrik dan Sub RAROWATU RAROWATU Utara, Kabupaten Bombana Provinsi SulawesiTenggara.

G.      Dampak Pertambangan Yang Tidak Berbasis Ekologi/ Lingkungan 
Tambang emas Bombana di temukan pada pertengahan 2009, pada saat itu pula ribuan penambang dari pulau Sulawesi dan luar pulau Sulawesi, seperti Jawa, Kalimantan, dan Papua menyemut di Bombana. Kegiatan tambangrakyat ini dinilai legal setelah Pemerintah kabupaten Bombana mengeluarkan SK Bupati No.10 tahun 2008 tentang kewajiban penambang membayar kartu dulang sebesar Rp 250.000 per orang. Data terakhir menunjukkan, 60 ribu kartudulang telah dikeluarkan oleh Pemerintah yang artinya lima belas miliar uang telah masuk ke kas Pemerintah Bombana.  Seakan merujuk pada kemampuan daerahnya menghasilkan emas, pada saat yang sama, pemerintah kabupaten mengeluarkan 13 izin Kuasa Pertambangan dan dua diantaranya telah beroperasi yakni PT. Panca Logam dan PT Tiram Indonesia. PT Panca Logam mengantongi izin oleh Bupati Bombana untuk mengolah 2100 ha di lahan eks HTI Barito pasifik dan masuk dalam masuk dalam SP (satuan Pemukiman) 8 dan 9. Mereka inilah yang bekerja tumpang tindih dengan pengelolaan tambang rakyat. Pertanyaannya ; apakah semua usaha Pemerintah ini membawa berkah bagi rakyat atau justru bencana? Mari kita telaah aspek-aspek di bawah ini.
a.         Kerusakan Lingkungan yang Parah
Dampak langsung dari kegiatan pertambangan adalah kerusakan ekologis, berupa pengurangai debet air sungai dan tanah. Eksplorasi tambang dimulai dari pembukaan hutan,pengupasan lapisan tanah dan gerusan tanah pada kedalaman tertentu. Saat itu tata air mengalami perubahan dan membuka peluang terjadinya sedimentasi, banjir dan longsor. Di Bombana, sungai dan cabang-cabang sungai yang sebelumnya menjadi sumber air bagi warga tak lagi memiliki bentuk. Pengelolaan tambang telah merusak bentang sungai, meninggalkan lubang-lubang ’tikus’ dengan kedalaman 5-10 meter. Kekhawatiran terbesar adalah bahwa sebagian besar deposit emas Bombana berada pada jalur sungai dan cabang-cabangnya. Dampak terbesar kini mulai dirasakan para petani yang sawah-sawahnya memperoleh air dari Sungai Langkowala. Warga di 15 desa (untuk dua kecamatan yakni Lantarijaya dan Rarowatu Utara) menyaksikan berkurangnya air yang mengairi sawah dan tambak mereka. Bagaimana mungkin ini terjadi dalam sekejab? Produksi hasil sawah menurun drastis. Hanya 400 hektar sawah yang kini berproduksi dan 500 hektar lainnya menganggur karena kekeringan dan perginya para petani ke lokasi tambang. Saat air mengalir dengan lancar, rata-rata petani bisa memperoleh 5-6 ton gabah per sekali panen, kini yang terjadi adalah seluruh petani kehilangan 2500 ton gabah dalam panen terakhir ini. Anda akan menyaksikan petani yang berdiri termangu menatap sawah mereka yang berjarak 2 kilomenter dari sungai Langkowala.  Kekhawatiran paling mendasar adalah ; pertambangan emas di Bombana secara bertahap memiskinkan warga. Keuntungan hanya bisa diperoleh pada tahap awal tambang itu dikelola, lalu berubah jadi kerugian menakutkan saat kerusakan alam tak lagi terbendung. Ancaman lainnya adalah gangguan kesehatan yang berasal dari limbah tailing, menyerupai bubur kental yang berasal dari proses pengerusan bebatuan dan tanah—saat hendak membersihkan emas. Meski dinyatakan terlarang dan secara tegas Pemerintah mengatakan tak ada penggunaan merkuri, tapi bukti menunjukkan zat kimia berbahaya tersebut bercampur dalam ‘bubur’ tanah tersebut. Banyak penelitian menunjukkan, tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti; Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (pb), Merkuri (Hg) Sianida (Cn) dan lainnya. Logam-logam yang berada dalam tailing sebagian adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Limbah-limbah tersebut terurai melalui sungai ataupun tanah.
b.        Mengacaukan Struktur Sosial dan Budaya
Ini bentuk keburukan tambang lainnya, mengacaukan struktur sosial dan budaya masyarakat. Bila dulunya warga terutama petani memiliki alat produksi berupa tanah dan hak menentukan jenis komoditi pertaniannya, kini harus kehilangan hak bekerja, karena terikat pada kebijakan perusahaan. Begitupun dalam aspek budaya, masuknya berbagai masyarakat dari segala penjuru mengakibatkan terjadinya perubahan budaya lokal dengan sangat cepat, prostitusipun kerap terjadi. Apakah salah bila struktur sosial berubah? Tak salah, namun berbagai ketimpangan sosial akan terjadi bila perubahan terjadi dalam tempo singkat dan warga tak cukup siap mengantisipasinya.
c.         Melahirkan Konflik Agraria dan Kriminalitas terhadap Rakyat.
Seperti yang terjadi diberbagai daerah pertambangan, konflik tanah antara pemegang izin usaha pertambangan danmasyarakat kerap terjadi sebagai akibat dari penguasaan kawasan pertambangan yang berada di tanah yang diklaimwarga sebagai tanah mereka atau tanah warisan nenek moyang mereka. Begitupun yang terjadi di kawasanpertambangan emas Bombana, konflik tanah antara masyarakat dan perusahaan tidak dapat terhindarkan.Keberpihakan Negara pun sangat jelas. Satu orang warga telah ditahan dengan tuduhan melanggar UU 41 tentangkehutanan. Namun disisi lain pemerintah justru memberikan izin usaha pertambangan kepada investor di kawasan yangsama. Dampak dari penguasaan sumber daya tambang emas Bombana oleh kaum pemodal, juga telah melahirkankekerasan terhadap rakyat. Praktek militerisme akan digunakan untuk memperkuat kekuasaan atas sumber daya alam tersebut.



KESIMPULA DAN SARAN
Kalangan usaha pertambangan haruslah berbasis ekologis untuk mendukung mewujudkan masa depan kehutanan Indonesia yang lestari, dan juga tida akan menimbulkan kerugian terhadap lingkungan itu sendiri maupun masyarakat.  
Saran saya terhadap kegiatan pertambangan di Indonesia khususnya Sulawesi tenggara adalah
1.        Perusahaan pertambangan sebagai perusahaan yang mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya alam seharusnya sejak awal mempertimbangkan aspek lingkungan dan aspek sosial masyarakat dalam kegiatan usahanya.
2.        Dukungan perusahaan pertambangan dapat dimulai sejak awal beroperasinya perusahaan tersebut yang telah menyatakan komitmennya sebagai perusahaan pertambangan yang ramah lingkungan.
3.       Kegiatan pertambangan haruslah berpegang teguh pada Undang-Undang dan AMDAL yang telah ditetapkan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar