ARTIKEL PERTAMBANGAN
A. Latar Belakang
Mempertimbangkan kekayaan bahan tambang di
Indonesia seperti emas, perak, nikel, tembaga dan bahan tambang lainnya, dan
dengan upah tenaga kerja murah serta letak geografi yang dekat dengan pasar, membuat pertambangan mineral
di Indonesia sangat prospektif. Investasi asing diperlukan dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan mengurangi jumlah
penduduk miskin. Maraknya investasi pertambangan khususnya di
daerah Sulawesi Tenggara kurun dua tahun terakhir mendapat apresiasi
positif baik dari pemerintah maupun masyarakat setempat. Meski demikian, harus
dimaklumi bahwa aktifitaspertambangan tersebut membawa dampak positif dan
negative. Melihat dampak negativepertambangan yang sangat mengancam
ekologis suatu daerah sehingga sangat diperlukan kegiatanpertambangan yang
ramah lingkungan. Kalangan usaha pertambangan sebenarnya dapat
berbuat banyak untuk mendukung mewujudkan masa depan kehutanan Indonesia yang
lestari. Dukungan perusahaan pertambangan dapat dimulai sejak awal
beroperasinya perusahaan tersebut yang telah menyatakan komitmennya sebagai
perusahaan pertambangan yang ramah lingkungan.
Perusahaanpertambangan sebagai perusahaan yang mengelola dan memanfaatkan
potensi sumber daya alam seharusnya sejak awal mempertimbangkan aspek
lingkungan dan aspek sosial masyarakat dalam kegiatan usahanya.
Perusahaan pertambangan seharusnya tidak hanya
mengupayakan aspek ekonomi, tetapi juga memperhatikan aspek lingkungan dan
aspek sosial. greenmining- Ketiga aspek yang menjadi pilar utama dalam
pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan tersebut harus menjadi
perhatian yang seimbang oleh pelaku usaha pertambangan.
B. Ruang Lingkup Kegiatan Pertambangan
Kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki
tahap-tahap kegiatan sebagai berikut:
a. Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi tidak termasuk kedalam
kajian studi AMDAL karena merupakan rangkaian kegiatan survey dan studi
pendahuluan yang dilakukan sebelum berbagai kajian kelayakan dilakukan. Yang
termasuk sebagai kegiatan ini adalah pengamatan melalui udara, survey
geofisika, studi sedimen di aliran sungai dan studi geokimia yang lain,
pembangunan jalan akses, pembukaan lahan untuk
lokasi test pengeboran, pembuatan landasan pengeboran dan pembangunan
anjungan pengeboran.
b. Ekstraksi dan Pembuangan Limbah Batuan
Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstaksi
bahan mineral didunia dilakukan dengan pertambangan terbuka. Teknik tambang
terbuka biasanya dilakukan dengan open-pit mining, stripmining, dan
quarrying, tergantung pada bentuk geometris tambang dan bahan yang digali.
Ekstrasi bahan mineral dengan tambang terbuka
sering menyebabkan terpotongnya puncak gunung dan menimbulkan lubang yang
besar. Salah satu teknik tambang terbuka adalah metode
strip mining (tambang bidang). Dengan menggunakan alat pengeruk,
penggalian dilakukan pada suatu bidang galian yang sempit untuk mengambil
mineral. Setelah mineral diambil, dibuat bidang galian baru di dekat lokasi
galian yang lama. Batuan limbah yang dihasilkan digunakan untuk menutup lubang
yang dihasilkan oleh galian sebelumnya. Teknik tambang seperti ini biasanya
digunakan untuk menggali deposit batubara yang tipis dan datar yang
terletak didekat permukaan tanah.
Teknik pertambangan quarrying bertujuan untuk
mengambil batuan ornamen, bahan bangunan seperti pasir, kerikil, batu untuk
urugan jalan, semen, beton dan batuan urugan jalan makadam. Untuk pengambilan
batuan ornamen diperlukan teknik khusus agar blok-blok batuan ornamen yang diambil
mempunyai ukuran, bentuk dan kualitas tertentu. Sedangkan untuk pengambilan
bahan bangunan tidak memerlukan teknik yang khusus. Teknik yang digunakan
serupa dengan teknik tambang terbuka.
Tambang bawah tanah digunakan jika zona
mineralisasi terletak jauh di dalam tanah sehingga jika digunakan teknik
pertambangan terbuka jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan sangat besar.
Produktifitas tambang tertutup 5 sampai 50 kali lebih rendah dibanding tambang
terbuka, karena ukuran alat yang digunakan lebih kecil dan akses ke dalam
lubang tambang lebih terbatas.
Kegiatan ekstraksi meng-hasilkan limbah dan
produk samping dalam jumlah yang sangat banyak. Total limbah yang diproduksi
dapat bervariasi antara 10 % sampai sekitar 99,99 % dari total bahan yang ditambang.
Limbah utama yang dihasilkan adalah batuan penutup dan limbah batuan. Batuan
penutup (overburden) dan limbah batuan adalah lapisan batuan yang tidak
mengandung mineral, yang menutupi atau berada diantara zona mineralisasi atau
batuan yang mengandung mineral dengan kadar rendah sehingga tidak ekonomis
untuk diolah. Batuan penutup umumnya terdiri dari tanah permukaan dan vegetasi
sedangkan batuan limbah meliputi batuan yang dipindahkan pada saat pembuatan
terowongan, pembukaan dan eksploitasi singkapan bijih serta batuan yang berada
bersamaan dengan singkapan bijih.
Hal-hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian
di dalam hal menentukan besar dan pentingnya dampak lingkungan pada kegiatan
ekstraksi dan pembuangan limbah adalah:
1. Luas dan kedalaman zona mineralisasi
2. Jumlah batuan yang akan ditambang dan yang akan dibuang yang akan
menentukan lokasi dan desain penempatan limbah batuan.
3. Kemungkinan sifat racun limbah batuan
4. Potensi terjadinya air asam tambang
5. Dampak terhadap
kesehatan dan keselamatan yang berkaitan dengan kegiatan transportasi,
penyimpanan dan penggunaan bahan peledak dan bahan kimia racun, bahan radio
aktif di kawasan penambangan dan gangguan pernapasan akibat pengaruh debu.
6. Sifat-sifat
geoteknik batuan dan kemungkinan untuk penggunaannya untuk konstruksi sipil
(seperti untuk landscaping, dam tailing, atau lapisan lempung untuk
pelapis tempat pembuangan tailing).
7. Pengelolaan
(penampungan, pengendalian dan pembuangan) lumpur (untuk pembuangan overburden
yang berasal dari sistem penambangan dredging dan placer).
8. Kerusakan bentang lahan dan keruntuhan akibat
penambangan bawah tanah.
9. Terlepasnya gas methan dari tambang batubara
bawah tanah.
Dampak potensial yang timbul sebagai akibat
kegiatan ini akan berpengaruh terhadap komponen lingkungan seperti kualitas air
dan hidrologi, flora dan fauna, hilangnya habitat alamiah, pemindahan penduduk,
hilangnya peninggalan budaya atau situs-situs keagamaan dan hilangnya lahan
pertanian serta sumberdaya kehutanan.
C. Isu-Isu Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan
Kegiatan pertambangan, selain menimbulkan dampak
lingkungan, ternyata menimbulkan dampak sosial yang komplek. Oleh sebab itu,
AMDAL suatu kegiatan pertambangan harus dapat menjawab dua tujuan pokok (World
Bank, 1998):
a. Memastikan bahwa biaya lingkungan, sosial dan
kesehatan dipertimbangkan dalam menentukan kelayakan ekonomi dan penentuan
alternatif kegiatan yang akan dipilih.
b. Memastikan bahwa pengendalian, pengelolaan,
pemantauan serta langkah-langkah perlindungan telah terintegrasi di dalam
desain dan implementasi proyek serta rencana penutupan tambang.
United Nations Environment Programme (UNEP,
1999) menggolongkan dampak-dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan
sebagai berikut:
1. Kerusakan habitat dan biodiversity pada lokasi
pertambangan
2. Perlindungan ekosistem/habitat/biodiversity di
sekitar lokasi pertambangan.
3. Perubahan landskap/gangguan visual/kehilangan
penggunaan lahan
4. Stabilisasi site dan rehabilitasi
5. Limbah tambang dan pembuangan tailing
6. Kecelakaan/ terjadinya longsoran fasilitas
tailing
7. Peralatan yang tidak digunakan , limbah padat,
limbah rumah tangga
8. Emisi Udara
9. Debu
10. Perubahan Iklim
11. Konsumsi Energi
12. Pelumpuran dan perubahan aliran sungai
13. Buangan air limbah dan air asam taminasi
14. Perubahan air tanah dan kontaminasi
15. Pengelolaan bahan kimia, keamanan, dan pemaparan bahan kimia di
tempat kerja
16. Kebisingan
17. Radiasi
18. Keselamatan dan kesehatan kerja
19. Toksisitas logam berat
20. Peninggalan budaya dan situs arkeologi
21. Kesehatan masyarakat dan pemukiman sekitar tambang
D. Aktifitas Pertambangan Ramah Lingkungan
Kalangan usaha pertambangan sebenarnya dapat
berbuat banyak untuk mendukung mewujudkan masa depan kehutanan Indonesia yang
lestari. Dukungan perusahaan pertambangan dapat dimulai sejak awal
beroperasinya perusahaan tersebut yang telah menyatakan komitmennya sebagai
perusahaan pertambangan yang ramah lingkungan. Perusahaan pertambangan sebagai
perusahaan yang mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya alam seharusnya
sejak awal mempertimbangkan aspek lingkungan dan aspek sosial masyarakat dalam
kegiatan usahanya.
Perusahaan pertambangan seharusnya tidak hanya
mengupayakan aspek ekonomi, tetapi juga memperhatikan aspek lingkungan dan
aspek sosial. greenmining- Ketiga aspek yang menjadi pilar utama dalam
pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan tersebut harus menjadi
perhatian yang seimbang oleh pelaku usaha pertambangan.
Dalam aspek lingkungan, perusahaan pertambangan
sejak awal seharusnya memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
yang telah dibuatnya, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No: 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib
Dilengkapi AMDAL. Kegiatan usaha pertambangan umum dengan luas perizinan (KP)
di atas 200 hektar atau luas daerah terbuka untuk pertambangan di atas 50
hektar kumulatif per tahun wajib dilengkapi dengan AMDAL. Hal ini sangat
diperlukan untuk menghindari bukaan lahan yang terlalu luas.
Potensi dampak penting terhadap lingkungan dari
usaha pertambangan umum antara lain merubah bentang alam, ekologi dan
hidrologi. Kemudian, lama kegiatan usaha tersebut juga akan memberikan dampak
penting terhadap kualitas udara, kebisingan, getaran apabila menggunakan
peledak, serta dampak dari limbah cair yang dihasilkan. Untuk eksploitasi
produksi batubara/gambut lebih dari 250.000 ton/tahun, bijih primer lebih dari
250.000 ton/tahun dan bijih sekunder/endapan alluvial lebih dari 150.000
ton/tahun semuanya wajib dilengkapi dengan AMDAL.
Selain hal di atas, ada beberapa hal penting
yang perlu mendapatkan perhatian perusahaan pertambangan agar dapat menjadi
perusahaan yang ramah lingkungan. Pertama, perusahaan pertambangan harus
mengelola sumber daya alam dengan baik dan memelihara daya dukungnya agar
bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
Kedua, perusahaan pertambangan perlu
meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan
melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan, dengan
menerapkan teknologi ramah lingkungan. Ketiga, perusahaan pertambangan perlu
mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan dan keseimbangan lingkungan hidup,
pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat
lokal, serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.
Keempat, perusahaan pertambangan perlu menerapkan indikator-indikator yang
memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumber daya
alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat pulih.
E. Aspek Lingkungan Dalam AMDAL Bidang
Pertambangan
Kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan
galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun
waktu 50 tahun, konsep dasar pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah
adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan pertambangan telah menyebabkan
skala pertambangan semakin membesar. Perkembangan teknologi pengolahan
menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga
semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan
kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat
penting.
Pada pertengahan 2008 di Bombana, Sulawesi
Tenggara terjadi "boom" emas panning oleh orang-orang yang mulai
dengan penemuan butiran emas oleh orang-orang di daerah Sungai Tahi Ite dan
sekitarnya. Dalam perkembangannya panning kegiatan tidak hanya melibatkan
masyarakat setempat tetapi juga melibatkan para penambang, penambang dari luar
Kabupaten Bombana bahkan dari luar pulau Sulawesi. Aluvial emas
panning di masyarakat setempat dan Kecamatan RAROWATU RAROWATU Utara Kabupaten
Bombana pada satu sisi sangat berguna untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Namun di sisi lain juga akan menimbulkan masalah baru seperti masalah
sosial, administrasi, teknis dan lingkungan lokal.
Wabah jumlah penambang akan sangat cepat
akhirnya menimbulkan masalah sosial yang berkaitan dengan kepemilikan tanah dan
penggunaan jalan, isu-isu lingkungan tanah dan kerusakan jalan serta masalah
administrasi dalam penerbitan izin dan mengelola pendapatan daerah. Oleh karena
itu, pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan kegiatan penambangan emas di
daerah tersebut sangat diperlukan. Melalui kegiatan yang dilakukan prospeksi
Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral diharapkan dapat diketahui distribusi
deposito emas dan sumber daya di daerah, sehingga dapat digunakan sebagai
pedoman dalam memberikan masukan teknis kepada pemerintah daerah setempat dalam
penerbitan dan penegakan perizinan dan manajemen mining pertambangan.
Prospeksi kegiatan yang dilakukan metode
pemetaan geologi, pemetaan endapan aluvial, geokimia pemercontoan dan mineral
berat konsentrat dan analisis laboratorium terhadap 20 sampel endapan sungai
aktif, 73 sampel konsentrat nampan dan 20 sampel batuan termasuk. POLEANG
Lokasi penyelidikan Distrik Utara, Distrik dan Sub RAROWATU RAROWATU Utara,
Kabupaten Bombana Provinsi SulawesiTenggara.
G. Dampak Pertambangan Yang Tidak Berbasis Ekologi/
Lingkungan
Tambang emas Bombana di temukan pada pertengahan
2009, pada saat itu pula ribuan penambang dari pulau Sulawesi dan luar pulau Sulawesi, seperti Jawa, Kalimantan, dan
Papua menyemut di Bombana. Kegiatan tambangrakyat ini
dinilai legal setelah Pemerintah kabupaten Bombana mengeluarkan SK
Bupati No.10 tahun 2008 tentang kewajiban penambang membayar kartu dulang
sebesar Rp 250.000 per orang. Data terakhir menunjukkan, 60 ribu kartudulang
telah dikeluarkan oleh Pemerintah yang artinya lima belas miliar uang telah
masuk ke kas Pemerintah Bombana. Seakan merujuk pada kemampuan
daerahnya menghasilkan emas, pada saat yang sama, pemerintah kabupaten
mengeluarkan 13 izin Kuasa Pertambangan dan dua diantaranya telah beroperasi
yakni PT. Panca Logam dan PT Tiram Indonesia. PT Panca Logam mengantongi izin
oleh Bupati Bombana untuk mengolah 2100 ha di lahan eks HTI Barito pasifik dan
masuk dalam masuk dalam SP (satuan Pemukiman) 8 dan 9. Mereka inilah yang
bekerja tumpang tindih dengan pengelolaan tambang rakyat. Pertanyaannya ;
apakah semua usaha Pemerintah ini membawa berkah bagi rakyat atau justru
bencana? Mari kita telaah aspek-aspek di bawah ini.
a. Kerusakan Lingkungan yang Parah
Dampak langsung dari kegiatan pertambangan
adalah kerusakan ekologis, berupa pengurangai debet air sungai dan tanah.
Eksplorasi tambang dimulai dari pembukaan hutan,pengupasan lapisan tanah dan
gerusan tanah pada kedalaman tertentu. Saat itu tata air mengalami perubahan
dan membuka peluang terjadinya sedimentasi, banjir dan longsor. Di Bombana,
sungai dan cabang-cabang sungai yang sebelumnya menjadi sumber air bagi warga
tak lagi memiliki bentuk. Pengelolaan tambang telah merusak bentang sungai,
meninggalkan lubang-lubang ’tikus’ dengan kedalaman 5-10 meter. Kekhawatiran
terbesar adalah bahwa sebagian besar deposit emas Bombana berada pada
jalur sungai dan cabang-cabangnya. Dampak terbesar kini mulai dirasakan para
petani yang sawah-sawahnya memperoleh air dari Sungai Langkowala. Warga di 15
desa (untuk dua kecamatan yakni Lantarijaya dan Rarowatu Utara) menyaksikan
berkurangnya air yang mengairi sawah dan tambak mereka. Bagaimana mungkin ini
terjadi dalam sekejab? Produksi hasil sawah menurun drastis. Hanya 400 hektar
sawah yang kini berproduksi dan 500 hektar lainnya menganggur karena kekeringan
dan perginya para petani ke lokasi tambang. Saat air mengalir dengan lancar,
rata-rata petani bisa memperoleh 5-6 ton gabah per sekali panen, kini yang
terjadi adalah seluruh petani kehilangan 2500 ton gabah dalam panen terakhir
ini. Anda akan menyaksikan petani yang berdiri termangu menatap sawah mereka
yang berjarak 2 kilomenter dari sungai Langkowala. Kekhawatiran
paling mendasar adalah ; pertambangan emas di Bombana secara bertahap
memiskinkan warga. Keuntungan hanya bisa diperoleh pada tahap awal tambang itu
dikelola, lalu berubah jadi kerugian menakutkan saat kerusakan alam tak lagi
terbendung. Ancaman lainnya adalah gangguan kesehatan yang berasal dari limbah
tailing, menyerupai bubur kental yang berasal dari proses pengerusan bebatuan
dan tanah—saat hendak membersihkan emas. Meski dinyatakan terlarang dan secara
tegas Pemerintah mengatakan tak ada penggunaan merkuri, tapi bukti menunjukkan
zat kimia berbahaya tersebut bercampur dalam ‘bubur’ tanah tersebut. Banyak
penelitian menunjukkan, tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu
atau lebih bahan berbahaya beracun seperti; Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal
(pb), Merkuri (Hg) Sianida (Cn) dan lainnya. Logam-logam yang berada dalam
tailing sebagian adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya
dan beracun (B3). Limbah-limbah tersebut terurai melalui sungai ataupun tanah.
b. Mengacaukan Struktur Sosial dan Budaya
Ini bentuk keburukan tambang lainnya,
mengacaukan struktur sosial dan budaya masyarakat. Bila dulunya warga terutama
petani memiliki alat produksi berupa tanah dan hak menentukan jenis komoditi
pertaniannya, kini harus kehilangan hak bekerja, karena terikat pada kebijakan
perusahaan. Begitupun dalam aspek budaya, masuknya berbagai masyarakat dari
segala penjuru mengakibatkan terjadinya perubahan budaya lokal dengan sangat
cepat, prostitusipun kerap terjadi. Apakah salah bila struktur sosial berubah?
Tak salah, namun berbagai ketimpangan sosial akan terjadi bila perubahan
terjadi dalam tempo singkat dan warga tak cukup siap mengantisipasinya.
c. Melahirkan Konflik Agraria dan Kriminalitas
terhadap Rakyat.
Seperti yang terjadi diberbagai daerah
pertambangan, konflik tanah antara pemegang izin usaha pertambangan
danmasyarakat kerap terjadi sebagai akibat dari penguasaan kawasan pertambangan
yang berada di tanah yang diklaimwarga sebagai tanah mereka atau tanah warisan
nenek moyang mereka. Begitupun yang terjadi di kawasanpertambangan emas
Bombana, konflik tanah antara masyarakat dan perusahaan tidak dapat
terhindarkan.Keberpihakan Negara pun sangat jelas. Satu orang warga telah
ditahan dengan tuduhan melanggar UU 41 tentangkehutanan. Namun disisi lain
pemerintah justru memberikan izin usaha pertambangan kepada investor di kawasan
yangsama. Dampak dari penguasaan sumber daya tambang emas Bombana oleh kaum
pemodal, juga telah melahirkankekerasan terhadap rakyat. Praktek militerisme
akan digunakan untuk memperkuat kekuasaan atas sumber daya alam tersebut.
KESIMPULA DAN SARAN
Kalangan usaha pertambangan haruslah berbasis ekologis
untuk mendukung mewujudkan masa depan kehutanan Indonesia yang lestari, dan
juga tida akan menimbulkan kerugian terhadap lingkungan itu sendiri maupun
masyarakat.
Saran saya terhadap kegiatan pertambangan di Indonesia khususnya
Sulawesi tenggara adalah
1. Perusahaan pertambangan sebagai perusahaan yang
mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya alam seharusnya sejak awal
mempertimbangkan aspek lingkungan dan aspek sosial masyarakat dalam kegiatan
usahanya.
2. Dukungan perusahaan pertambangan dapat dimulai
sejak awal beroperasinya perusahaan tersebut yang telah menyatakan komitmennya
sebagai perusahaan pertambangan yang ramah lingkungan.
3. Kegiatan pertambangan haruslah berpegang teguh
pada Undang-Undang dan AMDAL yang telah ditetapkan.